Selasa, 19 Juni 2012

Cinta PertamaKu bukanlah Pacar Pertamaku!! Part III


 
Mr. X lah yang akhirnya menjadi pacar pertamaku, menjalani hubungan selayaknya abg yang baru mengenal cinta. Entah mengapa aku dapat menerimanya untuk menjadi pacar pertama ku. Seperti yang ku jabarkan pertama kali, bahwa lelaki itu terlihat brutal di sekolah.
Namun, lambat laun mulai terlihat perasaan yang sesungguhnya kepadaku. Dari perhatian hingga pengorbanannya untuk berubah menjadi orang yang lebih baik lagi meskipun karena permintaan ku. Bukan maksudku untuk mengubah kepribadian atau mengekang dia, namun tidak ada salahnya bukan jikalau itu memang terbaik untuk dirinya sendiri.
Memang terlihat bahwa dia sangat menyayangiku dengan sungguh-sungguh, apapun yang ku inginkan selalu diturutinya. Begitu besar perhatiannya hingga lama kelamaan kian posessif pada ku. Ini tidak boleh, itu tidak boleh. Kemana-mana harus dianter dan dibuntuti. Wanita memang senang seh dapat perhatian lebih, tapi kalo begitu terus terlebih kelewat batas jenuh juga bukan!!??
Eeeeeeemmmmmm, karena setiap hari aku sekolah dijemput dan dianter sama dia akhirnya orang tua ku bertanya padaku, “ siapa yang setiap hari anter jemput kamu sekolah?? Kamu sudah punya pacar?” ujarnya.
Dengan wajah tegang aku menjawab, “eeeemm, bukan bu dia hanya teman sekolah saja karena jalan dari rumahnya ke sekolah satu arah jadi bareng.” #aku berbohong karena dulu aku belum dibolehkan untuk memiliki pacar oleh orang tua ku. Masih kecil kali yaah, hehe
Ibu ku percaya saja dengan ucapakan ku itu, sebenarnya tidak ingin berbohong pada orang tua tapi mau bagaimana biar nanti waktu yang menjelaskan bahwa anaknya ini memang sudah pubertas dan mulai mengerti apa itu cinta.. Ckckck
Kami menjalani hubungan secara sembunyi-sembunyi dari orang tua atau disebut juga Backstreet. Agar orang tuaku tidak curiga lagi, aku tidak mengijinkan dia untuk mengantarku sampai kedepan rumah tetapi hanya sampai ujung gang komplek perumahan ku. #jadi ucing-ucingan gitu deh, hehe
 Namun cara kami untuk menghindari kecurigaan ortu ku lambat laun tercium oleh orang tuaku. Mereka mendengar dari tetanggaku bahwa aku sering diantar-jemput sampai ujung gang. Huuuuffftt, ketauan juga deh akhirnya kena omel juga aku dirumah. Seiring berjalannya waktu, orang tua ku mulai memahami bahwa putri kecilnya ini memang sudah mulai tumbuh untuk mencari jatidirinya. Mereka mencoba menerima teman lelaki yang memang sedang dekat denganku itu. Namun, tetap saja tanggapan mereka dingin terhadap Mr. X mungkin karena sifat kebrutalan dia yang masih sedikit terlihat. #firasat orang tua itu memang selalu benar, mereka dapat melihat dan menilai sifat aslinya walaupun baru pertama kalinya bertemu.
Dibalik sikap dingin orang tuaku, aku mencoba untuk memberi pengertian kepada mereka bahwa aku dapat membantunya untuk berubah menjadi seseorang yang lebih baik lagi. Yaaahh, akhirnya orang tua ku netral-netral saja yang terpenting aku bisa menjaga diri.
Urusan orang tua sedikit kelar, hubungan kami berlanjut hingga kelulusan SMP. Disaat-saat itu hubungan kami sudah mulai goyah, mungkin penyebabnya karena ruang dan waktu yang memisahkan. Kami melajutkan sekolah ditempat yang berbeda.
Dari situlah, banyak masalah yang mulai muncul karena kurangnya intensitas pertemuan dan juga kepercayaan. Kecurigaannya mulai membesar, hingga rela untuk tetap mengantar-jemput aku sekolah padahal sekolah kami berlawanan arah dan jaraknya cukup jauh. Sedangkan aku tidak menginginkan hal-hal seperti itu, terlebih lagi kecemburuannya. Karena ada temannya yang satu sekolah denganku, dia menugaskan temannya itu untuk memantauku. Huuuffftt, ngobrol dengan teman laki-laki saja jadi masalah.
Aku sudah mulai jenuh dengan sifatnya itu, lalu aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini. Namun dia tetap kekeh mempertahankan hubungan ini, setiap hari dia meyakinkan aku untuk melanjutkan hubungan kami tetapi tetap saja aku merasa tidak yakin lagi untuk melanjutkannya. Akhirnya dia berhenti disuatu titik dan akhirnya menyerah.
Meskipun kami sudah tidak ada status lagi, dia tetap memberikan perhatiannya untukku sebagai teman bahkan seperti teman dekat. Perhatiannya terhenti ketika aku telah berstatus sebagai pacar orang lain di kelas 1 SMA dan dia menghilang begitu saja. Namun, hubungan itu tidak berjalan lama karena memang aku tidak sungguh-sungguh menjalani hubungan itu.
Saat naik ke kelas 2 SMA, ayah memberikan ku kado sepeda motor untuk bersekolah. Tetapi aku belum lancar menggunakannya terlebih lagi dijalan raya, dan akhirnya beliau mengusulkanku untuk bareng dengan tetangga yang juga bersekolah di tempat yang sama.
Dan kalian tahu siapa tetangga yang diusulkan ayah dan ibuku itu????????
Ahaaaaaa, dia ternyata Mr. Z ku...... Betapa bahagianya hatiku, saat mendengar ayah ku mengusulkan untuk bareng dengan pangeran mimpi ku dulu yang sudah beberapa tahun ku simpan dalam-dalam perasaan itu. Setelah ayah-ibu ku berbicara dengan orang tuanya, akhirnya mereka menyetujuinya.
Bagaimana kelanjutan kisahnya, tunggu part ke IV yaah.. terimakasih :)

Senin, 18 Juni 2012

Membenahi Hukum Ekonomi Indonesia



Membahas mengenai hukum ekonomi Indonesia, kita harus tau apa itu ekonomi dan hukum ekonomi. Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran. Permasalahan yang dialami setiap manusia adalah ketidakseimbangan kebutuhan sebagai alat pemuas dengan sumber daya yang dimiliki, sedangkan Hukum ekonomi adalah suatu hukum atau peraturan yang mengatur hubungan timbal balik dalam peristiwa ekonomi yang satu dengan yang lainya dalam kehidupan perekonomian.
Dalam aspek hukum ekonomi, hukum dasar yang mengatur tentang Perekonomian yaitu pasal 33 UUD 1945 tidak dilaksanakan sesuai prosedur dan menurut saya sekarang ini Perekonomian yang dijalankan Pemerintah dan penguasa menyimpang dari pasal 33 UUD 1945.
Sebagai contoh dalam pelaksanaan kegiatan Perekonomian saja sudah tercemari praktik – praktik korupsi yang sudah tidak bisa dicegah sampai saat ini, seolah Perekonomian di Indonesia sudah dikuasai oleh deal – deal politik yang terjadi selama ini yang dilakukan oleh pejabat – pejabat yang tidak mempunyai moral dan rasa cinta tanah air, hanya sekedar memikirkan dirinya sendiri dan dilakukan secara berjamaah hebatnya pula, dengan dukungan oleh kalangan konglomerat – konglomerat di negeri ini.
Dari hasil survei bahwa APBN yang bocor karena korupsi mencapai 70% dari total APBN saat ini, berarti hanya sekitar 30% saja APBN yang dipakai untuk pembangunan di negeri ini yang sangat besar ini dengan rakyat yang banyak pula.
Bahkan dengan adanya Reformasi tidak cukup untuk menghentikan praktik – praktik korupsi dan seakan tidak mulai surut dan malah tambah semakin menjadi saja korupsi itu sendiri, mengapa reformasi juga tidak bisa menghentikan korupsi itu sendiri, mungkin jawaban yang tepat untuk itu adalah bahwa reformasi tidak dilakukan secara sempurna dan menyeluruh dan masih meninggalkan bibit bibit korup baru yang ditinggalkan dari penguasa sebelumnya. Seharusnya Reformasi dilakukan secara menyelurh dengan mengganti semua pejabat dan memotong suatu generasi pemimpin bangsa dengan tujuan agar pemimpin bangsa kedepannya masih fresh dan belum tercemar oleh virus - virus negatif seperti ingin melakukan tidak korupsi.
Tetapi tidak semudah itu melakukan semua itu, apabila masih ada cara yang lebih baik untuk dilakukan, sebaiknya memilih cara yang lebih baik untuk membenahi hukum ekonomi di Indonesia.
Berikut ini faktor – faktor yang menyebabkan hukum ekonomi di Indonesia belum dilakukan secara maksimal :
1.    Didalam masyarakat sendiri masih sedikit pengetahuan tentang hukum perekonomian
2.    Didalam kalangan Pemerintahan banyak pejabat yang asal dalam melaksanakan suatu rencana – recana kerja, dan akhirnya membuka peluang untuk oknum pejabat berbuat korupsi.
3.    Banyak kebijakan – kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah yang sangat melenceng dari Undang - Undang Dasar 1945 sebagai pedoman hukum negara Indonesia
4.    Dalam masa sekarang banyak keputusan tentang kebijakan ekonomi yang sudah diIntervensi oleh kepentingan – kepentingan asing yang sangat besar pengaruhnya di Indonesia sebagai pemilik modal atau investor dari asing yang ada di Indonesia.
Sebagai contoh dan gambaran  Krisis ekonomi 1997 yang melanda Indonesia tidak dapat dipisahkan dari berbagai kondisi, seperti:
Ø  Hutang Luar Negeri Indonesia
 Hutang luar negeri Indonesia yang sangat besar menjadi penyebab terjadinya krisis ekonomi. Meskipun, hutang itu bukan sepenuhnya hutang negara, tetapi sangat besar pengaruhnya terhadap upaya-upaya untuk mengatasi krisis ekonomi. Sampai bulan Februari 1998, sebagaimana disampaikan Radius Prawiro pada Sidang Pemantapan Ketahanan Ekonomi yang dipimpin Presiden Suharto di Bina Graha, hutang Indonesia telah menca-pai 63,462 dollar Amerika Serikat, sedangkan hutang swasta menca-pai 73,962 dollar Amerika Serikat.
Ø  Pelaksanaan Pasal 33 UUD 1945
Pemerintah orde baru ingin men-jadikan negara RI sebagai negara industri. Keinginan itu tidak sesuai dengan kondisi nyata masyarakat Indonesia. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah masyarakat agraris dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah (rata-rata). Oleh karena itu, mengubah Indonesia menjadi negara industri merupakan tugas yang sangat sulit karena masyarakat Indonesia belum siap untuk bekerja di sektor industri. Itu semua merupakan kesalahan pemerintahan orde baru karena tidak dapat melaksanakan pasal 33 UUD 1945 secara konsisten dan konsekuen.
Ø  Pemerintahan Sentralistik
Pemerintahan orde baru sangat sentral-istik sifatnya sehingga semua kebijakan ditentukan dari Jakarta. Oleh karena itu, peranan pemerintah pusat sangat menentukan dan peme-rintah daerah hanya sebagai kepanjangan tangan pemerintah pusat. Misalnya, dalam bidang ekonomi, di mana semua kekayaan diangkut ke Jakarta sehingga pemerintah daerah tidak dapat mengembang-kan daerahnya. Akibatnya, terjadilah ketimpangan ekonomi antara pusat dan daerah. Keadaan itu mempersulit Indonesia dalam mengatasi krisis ekonomi karena daerah tidak tidak mampu memberikan kontribusi yang memadai. 
Sistem hukum dan sistem ekonomi suatu negara senantiasa terdapat interaksi. Hubungan saling mempengaruhi antara kedua sistem ini dapat berlansung positif, tetapi dapat juga bersifat negatif seperti yang terjadi pada masa orde baru, yang sebenarnya ikut menyebabkan krisis ekonomi yang berkepanjangan dan masih terus berlanjut hingga saat ini.
Dalam rangka meningkatkan daya saing bangsa, politik hukum Indonesia mengarah kepada pembangunan hukum untuk mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, mengatur permasalahan yang berkaitan dengan ekonomi terutama dunia usaha dan dunia industri, serta menciptakan kepastian investasi, terutama penegakan dan perlindungan hukum. Pembangunan hukum juga diarahkan untuk menghilangkan kemungkinan terjadinya tindak pidana korupsi, serta mampu menangani dan menyelesaikan secara tuntas permasalahan yang terkait dengan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN). Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaharuan materi hukum dengan tetap memerhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM), kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan, dalam rangka penyelenggaraan negara yang tertib, teratur, lancar dan berdaya saing global.
Untuk memaksimalkan peranan hukum dalam melindungi kepentingan-kepentingan masyarakat di era pasar bebas ini tidak cukup dilakukan dengan melakukan perubahan substansi peraturan perundang-undangan, tetapi juga harus dilakukan dengan pembaharuan pola pikir dan budaya manusianya seperti menjadikan masyarakat Indonesia berbudaya patuh hukum, meningkatkan profesionalisme aparat penegak hukum serta meningkatkan jiwa nasioalisme anggota legislatif sehingga menghasilkan peraturan perundang-undangan yang melindungi kepentingan bangsa, bukan peraturan perundang-undangan yang pro terhadap kepentingan kelompok tertentu apalagi pihak asing.
Pasal 33 UUD 1945, sebagai suatu sistem yang memadukan kearifan lokal nilai kultur bangsa sehingga norma ini begitu visoner dan maju. Namun disisi lain bagi kaum-kaum liberal menganggap Pasal 33 UUD 1945 dianggap tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman dimana perekonomian dunia, termasuk Indonesia, sudah begitu terintegrasi dalam konfigurasi global, bahkan mengarah kepada depedensi satu negara ke negara lain.
            Dengan adanya Pasal 33 UUD 1945, yang mana tujuan dari perekonomian Indonesia adalah untuk mensejahterakan masyarakat banyak, serta untuk melindungan cabang-cabang produksi yang merupakan hajat hidup orang banyak agar tidak jatuh ke pihak swasta. 
Sumber referensi : (http://www.idiysorhazmah.files.wordpress.com)

Sejauh manakah UU Perlindungan Konsumen ditegakkan ??



Hingga saat ini, masyarakat Indonesia ternyata masih banyak yang belum memahami mengenai Undang-Undang (UU) Perlindungan Konsumen. Hal itu disebabkan dari kurangnya sosialisasi yang dilakukan pemerintah dalam menegakkan UU perlindungan konsumen dan juga keterbatasan masyarakat untuk mengetahui adanya UU tersebut. Karena banyak masyarakat yang tidak tahu dan kurang peduli akan UU Perlindungan Konsumen ini akibatnya banyak masyarakat terutama pelajar yang telah menjadi korban dalam kecurangan para pelaku usaha akan penggunaan produknya.
Salah satu kasusnya saja, masyarakat yang keracunan makanan dan minuman yang diproduksi salah satu pelaku usaha. Itupun sudah banyak terjadi, tetapi selalu saja hasilnya tidak ditemukan unsur yang berbahaya dan ini salah satu pelanggaran UU Perlindungan Konsumen yang tidak diketahui oleh masyarakat pada umumnya.
Persoalan perlindungan konsumen juga tidak dapat dilepaskan dari isu ekonomi pasar (bebas) yang terjadi selama ini. Liberalisasi perdagangan jelas berkontribusi sangat besar terhadap persoalan-persoalan di tingkat konsumen. Lalu lintas peredaran barang dan jasa yang diproduksi secara masal (mass productions) dan dengan penggunaan teknologi yang canggih, telah berdampak pada ketidaktahuan konsumen akan setiap produk yang ia konsumsi. Sebagai konsumen, praktis kita tidak (sungguh-sungguh) tahu barang dan/atau jasa yang kita konsumsi itu diproduksi oleh siapa, dimana, dengan bahan apa saja, mengandung bahan berbahaya atau tidak, aman dikonsumsi atau tidak, dst. Singkatnya, ketidaktahuan dan kebergantungan konsumen terhadap pelaku usaha adalah kelemahan mendasar yang pada gilirannya akan menimbulkan kerugian pada konsumen.
Dalam dunia perdagangan dan industri yang terus tumbuh dan berkembang makin kompleks akhir-akhir ini, tampak bahwa posisi dan kedudukan dunia usaha sangat dominan. Para pelaku usaha tidak hanya mampu menguasai kebutuhan pasar, tetapi juga mampu untuk mengambil kebijakan (baca: pemerintah) yang berpihak pada kepentingan mereka.
Dalam kondisi seperti ini, dapat dipastikan posisi dan kedudukan konsumen makin lemah di hadapan pelaku usaha. Harapan konsumen untuk mendapatkan perlindungan dari negara (baca: pemerintah) sering tidak terwujud karena pemerintah seperti tidak siap menghadapi kompleksitas pertumbuhan ekonomi global, meskipun telah banyak regulasi dikeluarkan guna memberi perlindungan terhadap konsumen.
Dominasi kekuatan bisnis tersebut pada akhirnya melahirkan ketidakadilan hukum, ketidakadilan sosial, dan ketidakadilan ekonomi bagi konsumen. Hubungan interdependensi yang semestinya ada antara pelaku usaha dan konsumen dalam hubungan dagang, praktis bergeser ke arah dependensi (kebergantungan) konsumen terhadap dunia usaha. Kekuatan pasar yang sedemikian rupa telah menjadikan nasib konsumen makin terpuruk.
Keterpurukan nasib konsumen “makin lengkap” dengan maraknya praktik-praktik usaha yang tidak sehat/curang (unfair trade practices) dalam berbagai modus dan bentuknya di berbagai sektor atau tahap perniagaan. Berbagai kecurangan (bahkan kejahatan) pelaku usaha sudah dimulai dan dapat terjadi sejak tahap proses produksi, pemasaran, distribusi, sampai dengan tahap konsumsi. Di samping itu lemahnya pengawasan oleh instansi pemerintah atau penegak hukum terkait, berdampak pada tumbuhnya praktik usaha yang unfair tersebut yang akhirnya (pasti) melahirkan kerugian di tingkat konsumen.
Lalu, Bagaimanakah persoalan perlindungan konsumen mesti diatasi dan diselesaikan? Akankah persoalan perlindungan konsumen akan dapat diatasi melalui mekanisme hukum? Jelas jawabnya tidak. Hukum Perlindungan Konsumen tentu tidak mampu menghilangkan semua ketidakadilan pasar, tanpa dibarengi dengan upaya memperbaiki mekanisme pasar itu sendiri.
Kalau sekiranya pendekatan hukum tidak cukup, bagaimana persoalan ketidakadilan pasar hendak diatasi demi perlindungan konsumen? Mungkinkah berharap pada perubahan perilaku pelaku usaha agar dapat berbisnis secara fair dan sehat, dengan mempertimbangkan kepentingan atau hak-hak konsumen? Mampukah pemerintah (termasuk pemerintah daerah) mewujudkan harapan konsumen akan keadaan perlindungan konsumen yang lebih baik? Bagaimana dengan kinerja pengawasan dan penegakan hukum perlindungan konsumen selama ini? Sudahkah menunjukkan hasil yang positif dan signifikan? Ataukah kinerja pemerintah belum optimal? Kenapa demikian?
Serangkaian pertanyaan dan realita persoalan konsumen tersebut di atas mengajak kita untuk mencari terobosan dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program perlindungan konsumen secara lebih komprehensif agar hasilnya dapat lebih optimal.
Adalah fakta bahwa konsumen lemah dalam hal pengetahuan atas produk dan daya tawar. Mereka juga (pada umumnya) lemah atau setidaknya mempunyai keterbatasan dalam mengakses sumber-sumber daya ekonomi guna menopang kehidupan. Kekuatan modal dan pasar telah melemahkan kedudukan konsumen, bahkan untuk melindungi dirinya sendiri. Dengan kata lain, konsumen memang membutuhkan perlindungan dalam arti yang sesungguhnya. Lebih daripada itu, konsumen membutuhkan penguatan dan pemberdayaan untuk dapat (sedikit) meningkatkan daya tawar mereka di hadapan pelaku usaha.
Sehubungan dengan hal tersebut, pada kesempatan ini LKYv(Lembaga Konsumen Yogyakarta) mengusulkan adanya langkah-langkah terobosan yang perlu diimplementasikan agar perlindungan konsumen (setidaknya di Propinsi DIY) menjadi lebih baik. Langkah-langkah ini dapat dikategorikan dalam pertama, fase pengambilan kebijakan (perencanaan program) dan fase implementasi kebijakan (pengawasan dan penegakan hukum); kemudian diikuti dan simultan dengan fase kedua, pemberdayaan kelembagaan perlindungan konsumen dan ketiga, fase pengorganisasian dan pendidikan konsumen.
Fase pengambilan dan implementasi kebijakan di bidang perlindungan konsumen, dalam hal ini LKY berpandangan bahwa isu perlindungan konsumen adalah isu lintas sektoral atau multi dimensional. Dibutuhkan upaya bersama untuk melahirkan program-program perlindungan konsumen yang bersifat komprehensif dan berhasil guna. Diperlukan sarana / forum multi stake-holders di bidang perlindungan konsumen (selanjutnya disebut Forum Perlindungan Konsumen (FPK). FPK ini sekaligus berfungsi untuk membangun koordinasi lintas sektor dan antar instansi guna mengoptimalkan kinerja perlindungan konsumen. Di samping itu FPK juga dapat dipakai sebagai forum perencanaan program/kegiatan perlindungan konsumen yang akan diimplementasikan secara bersama-sama.
Fase Pemberdayaan Kelembagaan Perlindungan Konsumen, Optimalisasi peran institusi dan pusat studi/kajian yang ada di Perguruan Tinggi dapat menjadi terobosan yang signifikan. Begitu juga tak kalah pentingnya melibatkan organisasi/lembaga konsumen dalam berbagai upaya penguatan kapasitas sumber daya manusia di tingkat kelembagaan perlindungan konsumen, sehingga pemahaman yang komprehensif tentang isu perlindungan konsumen dapat diraih. Sehubungan dengan hal itu, konsistensi kebijakan pemerintah dalam menetapkan dan memposisikan pejabat publik terkait dengan kelembagaan perlindungan konsumen harus lebih selektif (the right man on the right place).
Fase Pengorganisasian dan Pendidikan Konsumen, Demikianlah, perlindungan konsumen tidak dapat digantungkan pada niat baik pelaku usaha untuk memberikan dan melindungi hak-hak konsumen. Begitu juga perlindungan konsumen tidak juga akan terwujud hanya dengan menggantungkan pada kinerja aparat dan instansi pemerintah. Bagaimanapun juga konsumen juga dituntut untuk terlibat aktif dan berperan serta dalam memperbaiki kondisi perlindungan konsumen. Oleh karena itu, pemberdayaan konsumen mutlak diperlukan. Konsumen berhak atas pendidikan konsumen, demikian bunyi salah satu butir Pasal 4 UUPK. Kelemahan-kelemahan konsumen harus dijawab dengan berbagai upaya pemberdayaan yang memungkinkan mereka berperan serta aktif dalam memperbaiki kondisi perlindungan konsumen.

Jumat, 15 Juni 2012

Cinta PertamaKu bukanlah Pacar Pertamaku!! Part II



Pada cerita sebelumnya, berakhir saat lelaki idaman temanku menyatakan cintanya padaku. Disitu aku terkejut dan kaget sekaget-kagetnya. Bagaimana tidak, selama berhari-hari dia terlihat mendekati teman ku itu. Mengapa hari itu, dia malah menyatakan cinta nya padaku bukan pada teman ku. Apa mungkin dia salah orang atau mata nya kicer karena dia pikir aku adalah teman ku atau mungkin dia sedang latihan menyatakan cintanya????
Heeeemmmm, tapi itu semua salah.!!! Dia memang benar-benar menyatakan cintanya untukku. Jelas saja aku langsung menolaknya, lalu dia berusaha untuk meyakinkan ku saat itu. Tetap saja aku tidak bisa dan langsung pergi meninggalkan dia. Aku kembali berkumpul dengan teman-temanku, teman ku bertanya apa yang dibicarakan dia? Aku hanya menjawab, “tidak ada apa-apa, dia hanya bercerita sedikit saja tentang kedekatan mu dengannya”. Teman ku terlihat gembira sekali, seolah-olah yang dia ketahui sebentar lagi lelaki idaman nya itu akan menyatakan cintanya. Aku memilih untuk menutupi apa yang dibicarakannya tadi denganku.
Dikelas dari kejauhan dia selalu memperhatikanku, aku takut jika nanti temanku mengetahui apa yang sebenarnya terjadi. Aku tidak ingin mengkhianati temanku itu, aku sudah merasakan sebelumnya. Cinta pertama pada Mr.Z yang belum terbalaskan hingga saat itu dan aku tidak ingin hal itu terjadi pada temanku.
Aku mencoba berbicara lagi dengan dia tanpa sepengetahuan teman-temanku. Ku coba jelaskan bahwa temanku memang sungguh-sungguh menyukainya, dan berharap dia menyatakan cintanya. Namun, dia tetap kekeh tentang perasaan nya padaku. Aku bujuk dengan berbagai kata, karena cinta itu bisa tumbuh jika selalu bersama. Tetap saja dia tidak bisa, aku terlihat sedih dan kebingungan dihadapannya. Aku tidak tahu lagi harus bagaimana, karena posisi ku sebagai mak comblang dan aku harus mengatasinya sendiri karena teman-temanku memang tidak ada yang mengetahui.
Melihatku kebingungan, akhirnya dia mau melakukan apa yang ku minta walaupun dengan raut wajah terpaksa. Aku terkejut bahagia, lalu aku lebih meyakinkannya lagi bahwa dia akan bahagia bersama orang yang mencintainya. #yaaaahhhh, dia mau melakukannya meskipun terpaksa, dia mau melakukannya meski hanya untukku.
Akhirnya aku bisa melihat temanku bahagia bisa bersatu dengan orang yang dicintainya. Hari demi hari ku saksikan kebahagiaan kebersamaan mereka, namun tetap terlihat bahwa dia memang terpaksa menjalaninya. Terkadang aku merasa bersalah, memaksakan perasaannya untuk orang yang tidak dia cintai.
Hingga pada akhirnya, teman ku merasakan hal yang aneh dengan lelaki yang dicintainya itu. Keterpaksaan lelaki itu menjalani hubungan dengannya sudah mulai terbaca dari sikapnya. Temanku mulai bingung dan mengutarakan kebingungannya padaku. Aku berusaha untuk meyakinkannya bahwa itu hanya sekedar perasaan dia saja. Temanku masih tak percaya, dan dia langsung membicarakan hal yang dia rasakan pada lelaki itu.
Dari situ semuanya terungkap, lelaki itu menceritakan apa yang sebenarnya dia rasakan, kepada siapa sebenarnya cinta itu ditujukan. Teman ku mengetahui semuanya, rasa sedih, kecewa, sakit, terkejut pasti dia rasakan. Dia memanggilku untuk membicarakan dan menyelesaikan masalah ini.
Disuatu tempat, kami duduk bertiga dengan suasana yang tidak mengenakan tegang sekaligus sedih. Temanku berbicara semua yang dia ketahui dari lelaki itu dengan air mata, aku dan dia hanya bisa terdiam mendengarkan seluruh gundah yang dikeluarkan temanku. Temanku memang sangat marah padaku, namun dia tahu ini semua ku lakukan untuk kebahagiaannya.
Lalu dia bertanya kepada kekasihnya itu, “apa kamu benar-benar mencintai temanku ini??” aku kaget dan terkejut mendengarnya, apa yang ingin dia lakukan dengan menanyakan hal seperti itu. Dan lelaki itu menjawab, “yaa, maaf aku mencintai teman mu ini dari sebelum kita dekat dan bersama. Aku sempat mengutarakan perasaan ku kepadanya, namun dia menolaknya karena dia tidak ingin menyakiti dan melihatmu sedih” ujarnya. Aku hanya bisa terdiam mendengarkan pembicaraan mereka.
Temanku berkata, “aku tidak bisa melarang kalian untuk saling mencintai, aku juga tidak mau menjadi penghalang kebahagiaan kalian, dan aku tidak mau memaksakan kehendak hanya karena mementingkan perasaan ku saja. Aku lebih bahagia jika melihat teman baik ku bahagia dengan orang yang bisa mencintainya dengan tulus tanpa paksaan. Aku menyayangi kalian berdua, dan aku menginginkan kalian bahagia. Tidak perlu memikirkan perasaan ku, karena aku yakin suatu saat aku akan menemukan lelaki yang memang benar-benar mencintaiku”.
Dan akhirnya, lelaki itulah yang menjadi Mr.X ku sebagai pacar pertamaku dikelas 2 SMP. Kami menjalani hubungan itu satu tahun lebih, hingga kami lulus dari bangku SMP dan terpisah untuk bersekolah di tempat yang berbeda.
Ikuti terus ceritaku ini ke part-part selanjunya, dengan Mr.Z dan Mr.X ku.....---->>