Judul :PENGARUH
AUDIT TENURE, DISCLOSURE, UKURAN KAP, DEBT DEFAULT, OPINION
SHOPPING, DAN KONDISI KEUANGAN TERHADAP PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING
CONCERN PADA PERUSAHAAN REAL ESTATE DAN PROPERTY DI BURSA
EFEK INDONESIA
Pengarang : Nurul
Ardiani, Emrinaldi Nur DP dan Nur Azlina
Lokasi Pembuatan Jurnal :Universitas Riau Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomi Kampus Bina Widya Km 12,5 Simpang Baru, Pekanbaru
Tgl
Pembuatan Jurnal :4 Desember 2012
Latar
Belakang
Keberadaan
entitas bisnis telah banyak diwarnai oleh kasus hukum yang melibatkan
manipulasi akuntansi. Kasus bangkrutnya Perusahaan Energi Enron merupakan salah
satu contoh terjadinya kegagalan auditor untuk menilai kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Pada kasus ini melibatkan banyak
pihak dan berdampak cukup luas. Tucker et al., (2003) menemukan bahwa
dari 228 perusahaan publik yang mengalami kebangkrutan, Enron dan 95 perusahaan
lainnya menerima opini wajar tanpa pengecualian pada tahun sebelum terjadinya
kebangkrutan. Alhasil kesalahan pemberian opini yang dikeluarkan auditor
tersebut membuat salah satu Kantor Akuntan Publik (big-5) yaitu Arthur
Andersen terlibat dan berhenti beroperasi.
Going
Concern merupakan asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan, suatu
perusahaan diasumsikan tidak bermaksud atau berkeinginan untuk melikuidasi atau
mengurangi secara material skala usahanya (Standar Akuntansi Keuangan, 2002).
Opini audit going concern merupakan opini audit yang dikeluarkan oleh
auditor untuk memastikan apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan
hidupnya (SPAP, 2001).
Audit
Tenure merupakan jangka waktu perikatan yang terjalin antara Kantor Akuntan
Publik (KAP) dengan auditee yang sama. Junaidi dan Hartono (2010)
menyatakan bahwa semakin lama hubungan auditor dengan klien, maka semakin kecil
kemungkinan perusahaan untuk mendapatkan opini audit going concern.
Adanya
pengungkapan laporan keuangan (disclosure) akan memudahkan auditor dalam
menilai kondisi keuangan perusahaan. Disclosure merupakan salah satu
faktor yang dianggap berkaitan dengan penerimaan opini audit going concern terhadap
perusahaan. Penggunaan disclosure sebagai variabel independen yang
mempengaruhi penerimaan opini audit going concern masih jarang dilakukan
di Indonesia (Junaidi dan Hartono, 2010).
Muchler et al., (1997) dalam Setyarno et al.,
(2006), menemukan bukti bahwa KAP besar (Big 6) lebih cenderung untuk
mengeluarkan opini audit going concern pada perusahaan yang mengalami
kesulitan keuangan dibandingkan dengan KAP Kecil (non-Big 6). KAP besar
dapat menyediakan kualitas audit yang lebih baik dibanding KAP kecil, termasuk
dalam pengungkapan masalah going concern.
Dalam Pernyataan Standar Auditing No.30 (SPAP, IAI
2001 : 341), indikator going concern yang banyak digunakan auditor dalam
memberikan keputusan audit adalah kegagalan dalam memenuhi kewajiban utangnya (default).
Debt default didefinisikan sebagai kegagalan debitor (perusahaaan) dalam
membayar utang pokok dan atau bunganya pada waktu jatuh tempo (Chen dan Church,
1992 dalam Praptitorini, 2007).
Lennox (2000) dalam Chen et al., (2005) dalam
penelitiannya berpendapat bahwa ketika perusahaan yang mengganti auditor (switching
auditor) menurunkan kemungkinan mendapatkan opini audit yang tidak
diinginkan, daripada perusahaan yang tidak melakukan pergantian auditor.
Perusahaan yang berhasil dalam opinion shopping melakukan pergantian
auditor dengan harapan mendapat unqualified opinion dari auditor baru.
Kesangsian terhadap kelangsungan hidup perusahaan
merupakan indikasi terjadinya kebangkrutan. Altman dan McGough (1974) dalam
Fanny dan Saputra (2005) menemukan bahwa tingkat prediksi kebangkrutan dengan
menggunakan suatu model prediksi mencapai tingkat keakuratan 82% dan
menyarankan penggunaan model prediksi kebangkrutan sebagai alat bantu auditor
untuk memutuskan kemampuan perusahaan mempertahankan kelangsungan hidupnya.
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka
penelitian ini difokuskan pada permasalahan mengenai apakah Audit Tenure,
Disclosure, Ukuran KAP, Debt Default, Opinion Shopping,
dan Kondisi Keuangan berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going
concern pada perusahaan Real Estate dan Property di Bursa
Efek Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara Audit
Tenure, Disclosure, Ukuran KAP, Debt Default, Opinion
Shopping, dan Kondisi Keuangan terhadap penerimaan opini audit going
concern pada Perusahaan Real Estate dan Property di Bursa
Efek Indonesia.
Data yang
Digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini
merupakan data sekunder Perusahaan Real Estate dan Property yang terdaftar di
BEI tahun 2009-2011. Data yang diperlukan adalah laporan keuangan 2009-2011 dan
laporan auditor independen atas laporan keuangan.
Populasi
dan Sample
Populasi yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan Real Estate dan Property
yang listing di BEI tahun 2009-2011. Sedangkan sampel penelitian akan dipilih
dengan pendekatan purposive sampling dengan kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan Real Estate dan Property yang
listing di BEI dari tahun 2009 sampai 2011 dan menerbitkan laporan keuangan
dari tahun 2009 sampai 2011.
2. Terdapat
catatan atas laporan keuangan perusahaan.
3. Terdapat
laporan auditor independen atas laporan keuangan perusahaan.
4. Terdapat catatan atas Laporan Tahunan
(Annual Report) perusahaan.
Alat
Analisis yang Digunakan
Data penelitian dianalisis dan diuji
dengan beberapa uji statistik yang terdiri dari statistik deskriptif dan uji
statistik inferensial untuk pengujian hipotesis (Ghozali, 2005:224). Pengujian
terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan sebagai
berikut :
(1) Menilai Model Fit dan
Keseluruhan Model (Overall Model Fit).
(2) Menilai Kelayakan Model Regresi.
(3) Koefisien Determinasi.
(4) Matrik Klasifikasi.
(5) Pengujian Hipotesis.
Berikut
ini hipotesis yang dapat dirumuskan antara hubungan variabel dependen dengan
variabel independen :
H1: Audit Tenure berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern
H2: Disclosure berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern
H3: Ukuran KAP berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern
H4: Debt Default berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern
H5: Opinion Shopping berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern
H6: Kondisi Keuangan
berpengaruh terhadap penerimaan opini going concern
Variabel
yang Digunakan
- Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah opini audit going concern yang
merupakan opini audit modifikasi yang diberikan auditor bila terdapat keraguan
atas kemampuan going concern perusahaan atau terdapat ketidakpastian
yang signifikan atas kelangsungan hidup perusahaan dalam menjalankan operasinya
(SPAP, 2001). Variabel ini merupakan variabel dummy yang akan bernilai 1
bila perusahaan menerima Going Concern Audit Opinion (GCAO) dan bernilai
0 bila menerima opini Non Going Concern Audit Opinion (NGCAO).
- Variabel
independen
a. Auditor tenure
diukur
dengan menghitung jumlah tahun dimana KAP yang sama telah melakukan perikatan
audit terhadap auditee. Tahun pertama perikatan dimulai dengan angka 1
dan ditambah dengan satu untuk tahun-tahun berikutnya.
b. Disclosure.
Jika perusahaan mengungkapkan item informasi dalam laporan keuangannya, maka
skor 1 akan diberikan dan jika item tersebut tidak diungkapkan, maka 0 akan
diberikan. Setelah melakukan scoring, disclosure level dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Cooke, 1992) :
Disclosure Level = Jumlah skor disclosure yang dipenuhi
Jumlah
Skor Maksimum
c. Ukuran KAP. Dalam penelitian ini ukuran
KAP diukur dengan menggunakan variabel dummy. Nilai 1 untuk KAP yang
tergabung dalam the big four dan nilai 0 untuk KAP yang bukan the big
four.
d. Debt default diukur
menggunakan dummy digunakan (1 = status debt default, 0 = tidak
debt default) untuk menunjukkan apakah perusahaan dalam keadaan default atau
tidak sebelum pengeluaran opini audit.
e. Pengukuran opinion shopping diukur dengan menggunakan variabel dummy,
angka 1 untuk perusahaan diaudit oleh auditor independen yang berbeda untuk
tahun selanjutnya setelah perusahaan mendapatkan opini audit going concern,
angka 0 untuk perusahaan diaudit oleh auditor independen yang sama untuk tahun
selanjutnya setelah perusahaan mendapatkan opini audit going concern.
f.
Kondisi
keuangan diukur dengan menggunakan model prediksi kebangkrutan revised Altman,
yang terkenal dengan istilah Z score :
Z = 0.717Z1 + 0.874Z2 + 3.10Z3 + 0.420Z4 + 0.998Z5, dimana :
Z1 = working capital/asset
Z2 = retained earnings/total asset
Z3 = earnings before interest and taxes/total asset
Z4 = book value of equity/book value of debt
Z5 = sales/total asset
HASIL PENELITIAN
Statistik
Deskriptif
Statistik
deskriptif pada penelitian ini ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi data
yang digunakan untuk setiap variabel. Nilai yang diamati dalam analisis ini
adalah nilai minimum, maksimum, rata-rata, dan deviasi standar.
Analisis
Statistik Inferensial
Analisis statistik
inferensial digunakan untuk pengujian hipotesis yang diajukan. Pengujian
hipotesis dalam penelitian ini dengan menggunakan model regresi logistik.
Regresi logistik adalah regresi yang digunkan untuk menguji apakah probabilitas
terjadinya variabel terikat dapat diprediksi dengan variabel bebasnya
(Sulistyo, 2010:46). Teknik analisis ini tidak memerlukan lagi uji normalitas, heteroscedasity,
dan uji asumsi klasik pada variabel bebasnya (Sulistyo, 2010:49). Regresi
logistik digunakan untuk menguji pengaruh audit tenure, disclosure,
ukuran KAP, debt default, opinion shopping dan kondisi keuangan
terhadap opini audit going concern. Pengujian ini dilakukan pada tingkat
signifikansi (α) 5%.
Pengujian Model
Fit dan Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Analisis pertama
yang dilakukan adalah menilai overall fit model terhadap data. Pengujian
ini dilakukan untuk mengetahui apakah model fit dengan data baik sebelum
maupun sesudah variabel bebas dimasukkan ke dalam model.
Output SPSS pada
tabel IV.2.1 memperlihatkan nilai -2 Log Likelihood pertama sebesar
101,757, angka ini secara matematik tidak signifikan terhadap alpha (α) 5% dan
hipotesis nol diterima. Hal ini berarti bahwa hanya konstanta saja yang tidak fit
dengan data (sebelum variabel bebas dimasukkan ke dalam model regresi).
Langkah selanjutnya adalah menguji model (overall model fit). Pengujian
dilakukan dengan membandingkan nilai antara -2 Log Likelihood (-2LL)
pada awal (Block Number = 0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL)
pada akhir (Block Number = 1). Adanya pengurangan nilai antara -2LL awal
dengan nilai -2LL pada langkah berikutnya (-2LL akhir) menunjukkan model yang
dihipotesiskan fit dengan data (Sulistyo, 2010:54).
Setelah
keseluruhan variabel bebas dimasukkan ke dalam model -2 Log Likelihood memperlihatkan
angka 23,420 atau terjadi penurunan nilai -2 Log Likelihood sebesar
78,337. Penurunan nilai -2LL ini dapat diartikan bahwa penambahan variabel
bebas ke dalam model dapat memperbaiki model fit serta menunjukkan model
regresi yang lebih baik atau dengan kata lain model yang dihipotesiskan fit dengan
data.
Pengujian
Kelayakan Model Regresi
Pengujian
kelayakan model regresi logistik dilakukan dengan menggunakan Goodness of
Fit Test yang diukur dengan Chi-Square pada bagian bawah uji Hosmer
and Lemeshow. Probabilitas signifikansi yang diperoleh kemudian
dibandingkan dengan tingkat signifikansi (α) 5%. Hipotesis untuk menilai
kelayakan model regresi adalah :
H0 : Tidak ada
perbedaan antara model dengan data,
Ha : Ada perbedaan
antara model dengan data
Tabel
IV.2.4 mengindikasikan hasil pengujian Hosmer and Lemeshow. Dengan
probabilitas signifikansi sebesar 0,900, nilai signifikansi jauh lebih besar
dari pada 0,05, maka H0 tidak dapat ditolak (diterima). Hal ini berarti model
regresi layak untuk digunakan dalam analisis selanjutnya karena tidak ada
perbedaan yang nyata antara klasifikasi yang diprediksi dengan klasifikasi yang
diamati, atau dapat juga dikatakan bahwa model mampu memprediksi nilai
observasinya.
Koefisien
Determinasi
Koefisien
determinasi untuk mengetahui seberapa besar variabilitas variabel-variabel
independen mampu memperjelas variabillitas variabel dependen (Sulistyo,
2010:58). Koefisien determinasi pada regresi logistik dapat dilihat pada nilai Nagelkarke
R Square. Nilai Nagelkarke R Square dapat diinterprestasikan seperti
nilai R Square pada regresi berganda (Sulistyo, 2010:60). Nilai ini
didapat dengan cara membagi nilai Cox & Snell R Square dengan nilai
maksimumnya.
Tabel
IV.2.5 menunjukkan nilai Nagelkarke R Square. Dilihat dari hasil output
pengolahan data, nilai Nagelkarke R Square adalah sebesar 0,856 yang
berarti variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel
independen adalah sebesar 85,6%, sisanya sebesar 14,4% dijelaskan oleh variabel-variabel
lain di luar model penelitian. Atau secara bersama-sama, variasi variabel audit
tenure, disclosure, ukuran KAP, debt default, opinion shopping,
dan kondisi keuangan dapat menjelaskan variasi variabel opini audit going
concern sebesar 85,6%.
Matrik
Klasifikasi
Matrik klasifikasi
akan menunjukkan kekuatan prediksi dari model regresi untuk memprediksi
kemungkinan penerimaan opini audit going concern pada auditee.
Tabel
IV.4.2.6 di atas menunjukkan bahwa kekuatan model regresi dalam memprediksi
penerimaan opini audit going concern (GCAO) adalah sebesar 90,9%, yaitu
dari total 22 sampel yang menerima opini audit going concern, sejumlah
20 sampel mampu diprediksi oleh model regresi yang diajukan. Sedangkan kekuatan
prediksi dari model untuk sampel yang menerima opini audit non going concern
(NGCAO) adalah sebesar 95,8%, yaitu dari total 71 sampel yang menerima
opini audit non going concern, diperoleh 68 sampel yang mampu diprediksi
memperoleh opini audit non going concern. Sedangkan ketepatan prediksi
secara keseluruhan model ini adalah sebesar 94,6%.
Hasil Pengujian
Hipotesis
Pengujian
hipotesis dalam penelitian untuk menguji pengaruh variabel-variabel bebas yaitu
audit tenure, disclosure, ukuran KAP, debt default, opinion
shopping, dan kondisi keuangan terhadap opini audit going concern dengan
menggunakan hasil uji regresi yang ditujukan dalam variabel in the equestion.
Dalam uji hipotesis dengan regresi logistik cukup dengan melihat variabel in
the equestion, pada kolom Significant (Sig) dibandingkan
dengan tingkat kealphaan 0,05 (5%). Apabila tingkat signifikansi < 0,05,
maka Ha diterima.
Dari
tabel IV.2.7, maka diperoleh persamaan regresi sebagai berikut :
OPINI GOING CONCERN = 15,092 + 0,605audit tenure –
20,631disclosure + 3,311ukuran KAP + 4,047debt default + 23,403opinion
shopping – 2,356kondisi keuangan + ε
Hasil Pengujian
Hipotesis :
a.
Audit tenure yang diukur dengan
menggunakan skala interval, pada tabel IV.2.7 memperlihatkan nilai signifikansi
sebesar 0,414. Tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0,05 berarti nilai
0,414 > 0,05. Ini berarti bahwa hipotesis ditolak, hasil perhitungan
tersebut tidak berhasil mendukung Ha1 yang diajukan, sehingga dari hasil
penelitian terbukti bahwa Audit Tenure tidak berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern. hasil penelitian ini memberikan
bukti empiris bahwa independensi auditor tidak terganggu dengan lamanya
perikatan yang terjadi antara auditor dengan kliennya. Auditor akan tetap
mengeluarkan opini audit going concern kepada perusahaan yang diragukan
kemampuannya untuk mempertahankan kelangsungan hidup usaha tanpa memedulikan
kehilangan fee audit yang akan diterima di masa mendatang.
b.
Disclosure yang diukur dengan menggunakan
indeks pada tabel IV.2.7 memperlihatkan nilai signifikansi sebesar 0,015.
Tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0,05 berarti nilai 0,015 < 0,05.
Ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima, hasil perhitungan tersebut berhasil
mendukung Ha2 yang diajukan, sehingga dari hasil penelitian terbukti bahwa Disclosure
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Adanya disclosure
dari perusahaan tentang keraguan atas going concern terlebih bila
disertai adanya rencana manajemen perusahaan untuk mengatasinya menunjukkan
adanya ketidakmampuan perusahaan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.
c.
Hasil pengujian atas variabel ukuran KAP pada
tabel IV.2.7 menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,014. Tingkat
signifikansi yang digunakan sebesar 0,05 berarti nilai 0,014 < 0,05. Ini
menunjukkan bahwa hipotesis diterima, hasil perhitungan tersebut berhasil
mendukung Ha3 yang diajukan, sehingga dari hasil penelitian terbukti bahwa
Ukuran KAP berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Ketika
Kantor Akuntan Publik mengklaim dirinya sebagai KAP bereputasi baik seperti big
four firms, maka mereka berusaha keras untuk menjaga nama baik dan
menghindari tindakan-tindakan yang mengganggu nama baik KAP tersebut.
d.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis yang
dilakukan terhadap variabel debt default pada tabel IV.2.7 menunjukkan
nilai signifikansi sebesar 0,006. Tingkat signifikansi yang digunakan sebesar
0,05 berarti nilai 0,006 < 0,05. Ini menunjukkan bahwa hipotesis diterima,
hasil perhitungan tersebut berhasil mendukung Ha4 yang diajukan, sehingga dari
hasil penelitian terbukti bahwa Debt Default berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern. Dalam masa krisis ekonomi yang
timbul di Indonesia dimulai pada tahun 1997, terjadi fluktuasi nilai tukar mata
uang rupiah. Hal ini mengakibatkan jumlah hutang perusahaan dalam mata uang
asing meningkat secara signifikan, disamping itu banyak perusahaan yang
mengalami rugi operasi, dan realisasi penjualan pun anjlok. Akhirnya keadaan ini
mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban pokok dan beban
bunga serta terjadi rugi selisih kurs, alhasil likuiditas pun ikut terganggu.
e.
Opinion shopping pada tabel IV.2.7
menunjukkan nilai signifikansi sebesar 0,999. Tingkat signifikansi yang
digunakan sebesar 0,05 berarti nilai 0,999 > 0,05. Ini berarti bahwa
hipotesis ditolak, hasil perhitungan tersebut tidak berhasil mendukung Ha5 yang
diajukan, sehingga dari hasil penelitian terbukti bahwa Opinion Shopping tidak
berpengaruh terhadap penerimaan opini audit going concern. Kondisi di
Indonesia lebih sesuai dengan praktik opinion shopping yang dikemukakan
oleh Teoh (1992), yaitu cara pertama perusahaan dapat mengancam melakukan
pergantian auditor. Dan auditor akhirnya mengeluarkan opini audit non going
concern untuk mempertahankan kliennya tersebut.
f.
Kondisi keuangan yang diukur dengan revised
altman models, pada tabel IV.2.7 menunjukkan nilai signifikansi sebesar
0,056. Tingkat signifikansi yang digunakan sebesar 0,05 berarti nilai 0,056
> 0,05. Ini menandakan bahwa hipotesis ditolak, hasil perhitungan tersebut
tidak berhasil mendukung Ha6 yang diajukan, sehingga dari hasil penelitian
terbukti bahwa Kondisi Keuangan tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini
audit going concern. Hasil ini menunjukkan bahwa kondisi keuangan yang
baik bukan menjadi alasan utama bagi auditor untuk tidak memberikan opini audit
going concern, yang berarti bahwa auditor lebih percaya terhadap hasil
temuan auditnya dalam memberikan opini auditnya.
KESIMPULAN
Berdasarkan
analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat diambil
kesimpulan dari hasil pengujian dengan tingkat signifikansi 5%, diperoleh bukti
bahwa disclosure, ukuran KAP dan debt default berpengaruh
terhadap penerimaan opini audit going concern. Sedangkan audit tenure,
opinion shopping dan kondisi keuangan tidak berpengaruh terhadap
penerimaan opini audit going concern.
KETERBATASAN dalam penelitian ini :
(1) Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terbatas
pada enam variabel independen yaitu audit tenure, disclosure,
ukuran KAP, debt default, opinion shopping dan kondisi keuangan.
(2) Sumber data yang digunakan adalah data sekunder, sehingga
beberapa sampel terpaksa dikeluarkan karena data yang didapat dengan cara men-download
dari situs www.idx.co.id maupun dari database Pusat Referensi Pasar
Modal kurang lengkap.
(3) Jumlah sampel perusahaan yang dijadikan objek penelitian
hanya berasal dari satu jenis saja (real estate dan property),
sehingga tidak dapat mengeneralisir hasil temuan untuk seluruh perusahaan go
public di BEI.
(4) Periode pengamatan hanya tiga tahun, sehingga belum dapat
melihat kecendrungan penerimaan opini audit going concern dalam jangka
panjang.