Profesi Akuntan Publik merupakan
salah satu profesi yang turut mendukung dunia usaha. Bahkan dalam era
globalisasi perdagangan barang dan jasa, akan terjadi peningkatan kebutuhan
akan jasa Akuntan Publik, terutama kebutuhan atas kualitas Informasi keuangan
yang digunakan sebagai salah satu pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
Dengan demikian, Akuntan Publik dituntut untuk senantiasa meningkatkan
kompetensi dan profesionalisme, sehingga dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa
dan mengemban kepercayaan publik dengn baik. Meskipun demikian, masih
dimungkinkan terjadinya kegagalan dalam pemberian jasa Akuntan Publik dimaksud.
Untuk melindungi kepentingan
masyarakat dan juga Akuntan Publik itu sendiri dalam pemberian jasa, maka
diperlukan adanya undang-undang yang mengatur profesi Akuntan Publik,
Undang-Undang yang ada lebih dahulu yaitu Undang-Undang Nomor. 34 Tahun 1954
tentang Pemakaian Gelar Akuntan. Pengaturan mengenai profesi Akuntan Publik
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1954 dinilai sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan yang ada pada saat ini dan tidak mengatur
hal-hal yang mendasar bagi profesi Akuntan Publik.
Selama 14
Bulan Pemerintah bersama-sama dengan dewan perwakilan rakyat telah berupaya
merumuskan materi muatan Rancangan Undang-Undang tentang Akuntan Publik,
sebagaimana telah ditetapkan menjadi Undang-Undang No. 5 Tahun 2011 tentang
Akuntan Publik yang sudah ditandatangani oleh Presiden Republik Indonesia Bapak Susilo Bambang Yudhoyono pada tanggal 3 Mei 2011.
Keistimewaan dari Undang-Undang Akuntan Publik ini, yaitu mengatur mengenai “
Jasa Asuransi” yang merupakan hak ekslusif bagi Akuntan Publik, yaitu jasa
Akuntan Publik yang bertujuan untuk memberikan keyakinan bagi pengguna atas
hasil evaluasi atau pengukuran informasi keuangan dan non Keuangan berdasarkan
suatu kriteria.
Selain
mengatur mengenai profesi Akuntan Publik, Undang-Undang ini juga mengatur
mengenai Kantor Akuntan Publik ( KAP ) yang merupakan wadah bagi Akuntan Publik
dan bentuk usaha KAP yang sesuai dengan profesi Akuntan publik, yaitu
independensi dan tanggung jawab professional terhadap hasil pekerjaannya.UU ini terdiri dari 62 pasal yg dibagi kedalam 16 bab yg mengatur dari hak
& kewajiban, perijinan Akuntan Publik , kerja sama Akuntan
Publik,"SANKSI ADMINISTRATIF". Dalam UU ini sanksi-sanksi yang
diberlakukannya semakin ketat dan jelas.Tujuan dari UU Akuntan Publik ini
adalah untuk melindungi kepentingan publik, mendukung perekonomian yg sehat,
efisien, dan transparansi, memelihara integritas profesi AP, meningkatkan
kompetensi dan kualitas profesi AP, melindungi kepentingan profesi AP sesuai
dengan standard dan kode etik profesi.
Beberapa
point hal baru antara lain: terkait jasa (pasal 3), proses menjadi AP &
perijinan AP (pasal 5&6), rotasi audit (pasal 4), AP asing (pasal 7),
Bentuk usaha AP (pasal 12), Rekan non AP (pasal 14-16), Pihak terasosiasi
(pasal 29 & 52), KPAP (komite profesi akuntan publik) (pasal 45-48), OAI
(organisasi audit Indonesia) (pasal 33-34), Kewenangan APAP (asosiasi profesi
akuntan publik) (pasal 43-44), Tanggung jawab KAPA/OAA (pasal 38-40), Jenis
sanksi administrasi (pasal 53), dan Sanksi pidana (pasal 55-57).
Tantangan Akuntan Publik dalam
Menghadapi Konvergensi IFRS dan Era Globalisasi
Banyak sisi
pandang yang dapat kita analisis saat disahkannya UU No.5 Tahun 2011 oleh
Presiden SBY. Pokok bahasan yang paling sering dibicarkan saat ini secara umum
untuk Negara Indonesia dan khususnya untuk Tenaga ahli Akuntan Publik di
Indonesia, adalah menghadapi Konvergensi atau adopsi standar keuangan
yang baru dari PSAK menjadi IFRS.
International
Accounting Standards, yang lebih dikenal sebagai International Financial
Reporting Standards (IFRS), merupakan standar tunggal pelaporan akuntansi
berkualitas tinggi dan kerangka akuntasi berbasiskan prinsip yang meliputi
penilaian profesional yang kuat dengan disclosures yang jelas dan
transparan mengenai substansi ekonomis transaksi, penjelasan hingga mencapai
kesimpulan tertentu, dan akuntansi terkait transaksi tersebut. Dengan demikian,
pengguna laporan keuangan dapat dengan mudah membandingkan informasi keuangan
entitas antar negara di berbagai belahan dunia.
Dampaknya,
dengan mengadopsi IFRS berarti mengadopsi bahasa pelaporan keuangan global yang
akan membuat suatu perusahaan dapat dimengerti oleh pasar global. Suatu
perusahaan akan memiliki daya saing yang lebih besar ketika mengadopsi IFRS
dalam laporan keuangannya. Tidak mengherankan, banyak perusahaan yang telah
mengadopsi IFRS mengalami kemajuan yang signifikan saat memasuki pasar modal
global.
Negara kita
Indonesia, konvergensi IFRS dengan Pedoman Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin daya saing nasional. Perubahan
tata cara pelaporan keuangan dari Generally Accepted Accounting Principles
(GAAP), PSAK, atau lainnya ke IFRS berdampak sangat luas. IFRS akan menjadi
aspek kompetensi wajib-baru bagi akuntan publik, penilai (appraiser), akuntan
manajemen, regulator dan akuntan pendidik. Setelah
uraian diatas bagaimana Indonesia mengkonvergensi IFRS, mari kita lihat dari
sisi lain bagaimana kondisi tenaga akuntan Indonesia dalam menghadapi perubahan
PSAK menjadi IFRS.
Liberalisasi
jasa akuntan se-ASEAN dalam kerangka AFTA 2015, tampaknya bukanlah masalah
enteng bagi keprofesian. Persaingan ketat dengan akuntan-akuntan negara
tentangga pada medan tersebut, baukanlah persoalan mudah, bila merujuk posisi
kekuatan dalam peta ASEAN. Kita masih kalah dari segi jumlah. Tak sedikit pula
yang menyangsikan kualitas kompetensi akuntan Indonesia bila dibandingkan
dengan akuntan-akuntan dari Malaysia, Singapura, dan Filipina.
Data Jumlah
Akuntan ASEAN tahun 2010 di masing-masing negara menyebutkan, yang menjadi
anggota IAI hampir 10.000. Hal ini jauh tertinggal dengan Malaysia (27.292),
Filipina (21.599), Singapura (23.262), dan Thaiand (51.737). Berdasarkan data
Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai (PPAJP) Kementerian Keuangan jumlah
akuntan publik di Indonesia juga tidak kalah memprihatinkan dibandingkan dengan
negara tetangga. Dengan hanya bermodal 1.000 orang akuntan publik pada tahun
2012, Indonesia tertinggal jauh dengan Malaysia (2.500 akuntan publik),
Filipina (4.941 akuntan publik), danThailand (6.000 akuntan publik). Padalah
Indonesia adalah negara yang besar, dengan perkembangan ekonomi yang
mengesankan dan suberdaya alam melimpah, sehingga dibutuhkan banyak akuntan
berkualitas untuk mengawal pembangunan ekonomi agar semakin efisien dan efektif
dengan kekuatan integritas, transparansi, dan akuntabilitas.
AFTA (ASEAN
Free Trade Area) atau yang lebih dikenal dengan perdagangan bebas di
Negara ASEAN. Event ini akan dilaksanakan tepatnya ditahun 2015. Menghadapi
event ini, Tenaga akuntan Indonesia seperti yang dipaparkan diatas akan
mengahdapi tantangan yang cukup berat, hal ini disebabkan karena kualitas dan
kesiapan akuntan asing di negara-negara ASEAN sudah lebih memadai, sedangkan
negara kita Indonesia masih harus memperbaiki dan memantapkan sektor
keprofesian di tingkat nasional. Bila ditahun 2015 Indonesia masih kekurangan
tenaga profesi akuntan Publik, maka bukanlah hal yang mustahil posisi ini akan
diisi oleh akuntan warga negara asing.
Dalam UU
No.5 Tahun 2011 juga sudah dicantumkan secara jelas bahwa profesi Akuntan
Publik Asing dapat berkiprah di negara Indonesia berdasarkan ketentuan yang
sudah ditetapkan. Andai jumlah Akuntan Publik pun sudah memadai namun tidak
diiringi dengan kualitas yang bersaing seperti penguasaan bahasa asing, dan
standar akuntansi internasional (IFRS) maka bisa jadi Akuntan Publik dari
Indonesia akan kalah bersaing dengan Akuntan Publik asing dari negara-negara
ASEAN. Pangsa pasar Indonesia akan banyak dikuasai AP Asing,
perusahaan-perusahaan besar akan lebih memilih AP Asing, yang jauh lebih
menguasai standar akuntansi internasional dan lebih berkualitas.
Dengan
kondisi yang seperti ini, Indonesia diharapkan mampu mencetak tenaga ahli
Akuntan Publik yang lebih matang dan berkualitas. Ditetapkannya UU No.5 Tahun
2011, juga mampu menambah dan melahirkan Akuntan Publik dengan standar
Internasional, yang mampu menguasai IFRS sebagai standar pelaporan
internasional.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar