Pada postingan blog saya kali ini akan menjelaskan apa itu BPHTB sekaligus untuk memenuhi tugas kelompok pada kursus Brevet A yang sedang saya ikuti di minggu ini di kampus Gunadarma. berikut nama anggota kelompok 4 :
Linda Susilowati 24210037
Prisila C. 25210396
Muhammad Iqbal 24210743
Rr. Siti Pangestika H. 29210586
Nur Asmilia 25210121
Putri Nadiya 29210699
Yang pertama harus diketahui dahulu, apa pengertian dari BPHTB itu sendiri?
BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan.
Mengenai Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan atau BPHTB
diatur dalam UU No. 21 Tahun 1997 dan telah diubah dengan UU No. 20
Tahun 2000.
Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, perolehan hak atas tanah dan atau bangunan, meliputi :
- Pemindahan hak karena :
- jual beli;
- tukar-menukar;
- hibah;
- hibah waris;
- waris;
- pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
- pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
- penunjukan pembeli dalam lelang;
- pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap;
- penggabungan usaha;
- peleburan usaha;
- pemekaran usaha;
- hadiah;
- Pemberian hak baru karena :
- pelanjutan pelepasan hak;
- diluar pelepasan hak
Objek Pajak yang Tidak Dikenakan BPHTB adalah objek pajak yang diperoleh :
- perwakilan diplomatic, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbale balik;
- Negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau untuk pelaksanaanpembangunan guna kepentingan umum;
- badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditetapkan oleh Menteri dengan syarat tidak menjalankan usaha atau menjalankan kegiatan lain diluar fungsi dan tugas badan atau perwakilan organisasi;
- orang pribadi atau badan karena konversi hak dan perbuatan hukum lain dengan tidak adanya perubahan nama;
- orang pribadi atau badan karena wakaf;
- orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan ibadah.
Subjek BPHTB
Yang menjadi subjek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan atau bangunan.
Tarif BPHTB
Besarnya BPHTB terutang adalah Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP)
dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
dikalikan tarif 5 % (lima persen). Secara matematis adalah;
BPHTB = 5% x (NJOP-NPOPTKP)
NPOP Tidak Kena Pajak (NPOPTKP)
Ditetapkan secara regional paling banyak Rp. 60.000.000,00
kecuali dalam hak perolehan karena waris atau hibah wasiat yang
diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam
garis keturunan lurus satu derajad ke atas atau satu derajat ke bawah
dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/istri, NPOPTKP ditetapkan paling banyak Rp. 300.000.000,-
Dasar Pengenaan BPHTB
- pengenaan BPHTB karena waris dan Hibah Wasiat BPHTB yang terutang atas perolehan hak karena waris dan hibah wasiat adalah sebesar 50% dari BPHTB yang seharusnya terutang.
- pengenaan BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan. Besarnya BPHTB karena pemberian Hak Pengelolaan adalah sebagai berikut:
- 0% (nol persen) dan BPHTB yang seharusnya terutang terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan adalah Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah Propinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/kota, Lembaga Pemerintah lainnya, dan Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas);
- 50% (lima puluh persen) dari BPHTB yang seharusnya terutang dalam hal penerima Hak Pengelolaan selain dimaksud diatas.
Tata Cara Peyetoran dan Pelaporan
1.BPHTB
yang terutang harus dibayar/dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak, yaitu sama dengan saat terutangnya BPHTB.
2.Wajib
pajak wajib membayar BPHTB yang terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya
surat ketetapan pajak. Sistem pemungutan BPHTB adalah self assessment.
3.BPHTB
yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor Pos dan/atau Bank BUMN atau
Bank BUMD atau tempat pembayaran lain yang ditunjuk oleh MenKeu dengan
menggunakan Surat Setoran BPHTB.
4.Dalam
jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar (SKBKB) apabila
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah BPHTB yang
terutang kurang dibayar.
5.Dalam
jangka waktu 5 tahun sesudah saat terutangnya BPHTB, Direktur Jenderal Pajak
menerbitkan Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kuramg Bayar Tambahan (SKBKBT) apabila
ditemukan data baru dan/atau data yang semula Belem terungkap yang menyebabkan
penambahan jumlah BPHTB yang teritang diterbitkannya SKBKBT.
6.Direktur
Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat Tagihan BPHTB dan WP dikenakan sanksi
berupa denda dan/atau bunga apabila:
a.BPHTB yang terutang tidak atau kurang bayar
b.dari hasil pemeriksaan Surat Setoran BPHTB
terdapat kekurangan pembayaran BPHTB sebagai akibat salah tulis atau salah
hitung.
Pada saat WP memperoleh Surat Tagihan BPHTB jumlah yang harus dibayar oleh WP adalah sebesar BPHTB terutang yang tidak atau kurang bayar dalam Surat Tagihan BPHTB ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% sebukan untuk jangka waktu paling lama 24 bulan Sejas saat terutangnya BPHTB.
Tata Cara Perhitungan
BPHTB = Tarif pajak x NPOPKP
= 5 % x ( NPOP – NPOPTKP )
Perhitungan di atas dapat dibuat dengan
urutan sebagai berikut :
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) xxx
Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak
(NPOPTKP) xxx (-)
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) xxx
BPHTB yang terutang/dibayar:
( 5 % x NPOPKP ) xxx
Jika perolehan hak atas tanah dan bangunan
tersebut karena waris/hibah wasiat/pemberian hak pengelolaan, maka BPTHB yang
harus dibayar adalah :
BPHTB = 50 % x BPHTB yang terutang
Contoh :
Tuan Akbar membeli tanah dan bangunan
dengan nilai perolehan objek pajak Rp 500.000.000. Besarnya
BPHTB yang terutang dihitung sebagai berikut :
NPOP Rp
500.000.000
NPOPTKP Rp 60.000.000 (-)
NPOPKP Rp
440.000.000
============
Pajak BPHTB yang terutang
5%
x Rp 440.000.000 = Rp 22.000.000
Seorang
isteri/anak yang memperoleh warisan dari suami/ayahnya atas sebidang
tanah dan bangunan diatasnya dengan nilai pasar sebesar
Rp.500.000.000,-. Terhadap tanah dan bangunan tersebut telah diterbitkan
Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB)
pada tahun yang bersangkutan mendaftar ke Kantor Pertanahan setempat
dengan Nilai Jual Objek Pajak sebesar Rp.900.000.000,. Apabila di
Kabupaten/kota letak tanah dan bangunan tersebut, Kantor Wilayah
Direktorat Jenderal Pajak setempat menetapkan Nilai Perolehan Objek
Pajak Tidak Kena Pajak dalam hal waris sebesar Rp.300.000.000,-
maka besarnya BPHTB atas tanah dan bangunan tersebut adalah:
maka besarnya BPHTB atas tanah dan bangunan tersebut adalah:
NPOP Rp 900.000.000
NPOPTKP Rp 300.000.000 (-)
NPOPKP Rp 600.000.000
============
Pajak BPHTB yang seharusnya terutang :
5%
x Rp 600.000.000 = Rp 30.000.000BPHTB Terhutang = 50% x Rp 30.000.000 = Rp 15.000.000
Jadi, Pajak BPHTB yang dibebankan kepada ahli waris tersebut adalah sebesar Rp 15.000.000