Menurut J.T.C.
Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. hukum merupakan
peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia
dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib,
pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya
tindakan, yaitu dengan hukuman. Tujuan pokok
hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib, menciptakan ketertiban
dan keseimbangan dengan tercapainya ketertiban dalam masyarakat, diharapkan kepentingan manusia akan
terlindungi dalam mencapai tujuannya, hukum berfungsi membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam
masyarakat, membagi wewenang dan mengatur cara memecahakan masalah hukum serta memelihara kepastian hukum. Fungsi hukum
dalam kehidupan manusia terus berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat
dimana hukum tersebut berada. Namun, secara garis besar fungsi hukum dapat dilihat
sebagai sarana pengendalian sosial yaitu fungsi hukum yang menjalankan tugas
untuk mempertahankan ketertiban atau pola kehidupan yang ada.
Pelanggaran kerap
terjadi karena sebagian besar masyarakat taat karena takut aparat dan takut
pada sanksi dari pelanggaran tersebut, padahal yang patut diketahui adalah
bagaimana kita bisa menanamkan sikap dan berkomitmen terhadap diri pribadi
bahwa pelanggaran itu memang tidaklah benar. Ada yang melihat ataupun
tidak dilihat oleh aparat, ada sanksi ataupun tidak ada pemberlakuan sanksi.
Ketaatan pada hukum bukan karena takut tapi karena kesadaran bahwa pelanggaran itu
memang tidak baik.
Saat ini banyak sekali
pelanggaran-pelanggaran hukum baik ringan ataupun berat yang dilakukan oleh
masyarakat. Para pelanggar hukum disebabkan oleh dua faktor, yaitu faktor
internal dan eksternal. Faktor internal merupakan faktor-faktor di dalam diri
pelaku para pelanggar hukum seperti sifat, etika serta psikologis dalam diri.
Sedangkan, faktor eksternal merupakan faktor-fakor diluar diri pelaku seperti
faktor lingkungan yang dapat menyebabkan seseorang melakukan tindak pelanggaran
hukum.
Pelanggaran
hukum dapat disebabkan oleh pelanggaran etika. Menurut Drs. O.P. Simorangkir
etika merupakan pandangan manusia dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai
yang baik. Menurut Drs. Sidi Gajalba etika adalah teori tentang tingkah laku
perbuatan manusia dipandang dari segi baik dan buruk, sejauh yang dapat
ditentukan oleh akal. Berdasarkan definisi tersebut bisa dikatakan jika etika
merupakan pandangan tingkah laku manusia dalam berprilaku berdasarkan ukuran
yang baik dan buruk yang ditentukan oleh akal manusia.
Salah
satu contoh kasus Ketua MK Akil Mochtar yang diberhentikan secara tidak hormat
karena terbukti melanggar kode etik hakim. Pelanggaran yang dilakukan oleh Akil
tak hanya satu, namun bertumpuk.
Pertama dalam
daftar dosa Akil adalah terkait penanganan sengketa pilkada.
Akil diduga bersalah dalam penyelesaian sengketa Pilkada Banyuasin di Sumatera
Selatan dan sejumlah perselisihan pilkada di daerah lain. Berdasarkan saksi,
Akil Mochtar memerintahkan panitera MK menetapkan putusan tanpa melalui rapat
permusyawaratan hakim. Harjono menyatakan, Akil Mochtar diduga menggunakan
kewenangannya sebagai hakim untuk membagi perkara antara panelnya dengan panel
lain.
Kedua,
terkait rekening dan transaksi tak wajar yang dimiliki Akil.
Akil memiliki 15 rekening bank, sedangkan istrinya punya 5 rekening. Akil juga
memerintahkan sekretaris dan sopirnya melakukan transaksi tidak wajar dengan
jumlah tidak wajar.
Ketiga,
terkait narkotika yang dimiliki Akil. Akil Mochtar diduga
menyimpan narkotika, yakni tiga lintung ganja utuh dan satu bekas pakai, dua
pil inex ungu dan hijau.
Keempat,
terkait hobi Akil pelesir ke luar negeri. Berdasarkan
keterangan saksi, Akil Mochtar sering pergi ke luar negeri dengan keluarga
ajudan dan sopir tanpa pemberitahuan pada Sekjen MK, termasuk ketika ke Singapura
pada 21 September 2012. Perilaku Akil Mochtar yang pergi ke Singapura dan
beberapa negara lain tanpa memberitahu MK melanggar etika. Seharusnya dia
memberitahu Sekjen. Apalagi sebagai Ketua MK, dia harus diketahui keberadaannya.
Kelima,
terkait kepemilikan mobil-mobil mewah Akil. Berdasarkan surat
keterangan Ditlantas Polda Metro Jaya, Toyota Crown tidak didaftarkan ke
Ditlantas. Ada kesan mobil itu dimiliki secara tidak sah. Perilaku Akil yang
tidak mendaftarkan mobilnya dinilai sebagai perilaku tidak jujur. Belum lagi
Akil mendadak punya tiga mobil dalam tiga bulan. Berdasarkan surat Ditlantas,
mobil Mercedes diatas namakan sopir Akil Mochtar, sehingga perbuatannya diduga
menyamarkan kekayaan. Atas semua kesalahan itu, Akil terbukti melanggar prinsip
kepantasan, kesopanan, integritas, dan independensi.
Menurut
pandangan penulis, pelanggaran hukum yang dilakukan tersebut diawali dari
pelanggaran etika yang melanggar aturan-aturan kode etik profesi sebagai Ketua
Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu lembaga penegak
hukum, seharusnya menegakkan dan menjalankan etika profesi dengan benar dan
bijaksana sehingga masyarakat akan percaya dan yakin bahwa hukum akan
ditegakkan secara adil. Ketika terjadi pelanggaran hukum dalam tubuh Mahkamah
Konstitusi maka citra Mahkamah Konstitusi tercoreng dan masyarakat akan
memandang buruk pada lembaga tersebut lalu kepada siapa lagi masyarakat harus
percaya untuk menegakkan hukum di Indonesia? Kesadaran para
petinggi negara akan pentingnya penegakan hukum sangat dibutuhkan sebagai
contoh dan bukti kepada masyarakat bahwa hukum harus ditegakkan seadil-adilnya,
agar masyarakat taat terhadap hukum yang ditetapkan pemerintah. Bagaimana dapat menciptakan masyarakat yang
taat hukum sedangkan pemerintah sendiri yang membuat peraturan-peraturan
tersebut saja melanggarnya!!
http://nasional.news.viva.co.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar