Selasa, 27 Maret 2012

KONDISI HUKUM EKONOMI DI INDONESIA

Melalui hasil survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Indonesia (LSI) diketahui bahwa persepsi publik terhadap kondisi politik dan hukum di Indonesia terus memburuk. Salah satu sebab utama dari penurunan persepsi publik terhadap kondisi politik dan penegakkan hukum di Indonesia adalah kian maraknya kasus-kasus korupsi yang melibatkan para elite politik, seperti kasus cek pelawat dan kasus dugaan suap Kementerian Pemuda dan Olahraga dalam pembangunan Wisma Atlet SEA Games.
Namun, tidak seperti kondisi politik dan hukum, persepsi publik terhadap kondisi ekonomi Indonesia justru menunjukkan nada positif. Dalam survei yang dilakukan pada kurun waktu tanggal 1-12 Februari 2012 itu terungkap sebanyak 30% responden melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini lebih baik. Sementara itu, responden yang melihat kondisi ekonomi Indonesia saat ini lebih buruk dan tidak ada perubahan masing-masing sebesar 24% dan 35%. Lalu, 6% responden menjawab tidak tahu/tidak jawab, sebanyak 2% menjawab jauh lebih baik, dan 2% lagi menjawab jauh lebih buruk. Artinya, hasil survei itu menunjukkan bahwa publik sangat mengapresiasi kinerja ekonomi Indonesia saat ini.
Banyak harapan yang diungkapkan oleh masyarakat Indonesia di tahun 2012 ini. Di bidang politik umumnya berharap akan adanya stabilitas politik yang kondusif dan pentingnya kedewasaan dalam berpolitik. Di bidang hukum mayoritas berharap agar hukum bisa ditegakkan dengan benar dan tidak ada lagi tebang pilih dalam penegakannya. Di bidang ekonomi semua masyarakat tentunya berharap akan tercapainya kesejahteraan yang lebih baik, harga-harga yang tidak terinflasi dan terbukanya lapangan pekerjaan. Karena itu, memprediksi bagaimana prospek ekonomi Indonesia di tahun 2011 ini menjadi sangat penting untuk menilai dan menentukan bagaimana roda ekonomi Indonesia ini berputar.
Sikap optimisme akan kondisi ekonomi Indonesia yang lebih baik pada tahun 2012 nanti juga diungkapkan oleh pemerintah. Dalam Rapat Kerja dengan Komisi XI beberapa waktu lalu tentang asumsi makro RAPBN 2012, pemerintah memberikan sinyal positif tentang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pemerintah memasang target optimis pertumbuhan ekonomi 6,5-6,9%, inflasi 3,5-5,5%, nilai tukar Rp 9.000-9.300 per dolar AS, suku bunga SPN 3 bulan 5,5-7,5%, harga minyak mentah Indonesia US$ 75-95 per barel, dan target lifting 950-970 ribu barel per hari.. Hal ini disebabkan selain adanya perbaikan terutama bersumber dari sisi eksternal yang sejalan dengan pemulihan ekonomi global, juga dikarenakan oleh menguatnya permintaan produk domestik.
Pemulihan ekonomi global sangat jelas terlihat dari membaiknya perkembangan ekonomi di negara maju, seperti Amerika Serikat dan Jepang serta perkembangan ekonomi di kawasan Asia, seperti Cina dan India. Di Amerika Serikat, pemulihan tercermin pada pengeluaran konsumsi masyarakat yang terus menguat dan dibarengi peningkatan respon di sisi produksi. Sementara di Jepang, ditandai oleh pertumbuhan positif pada triwulan terakhir 2009. Di Cina dan India, indikasi pemulihan ekonomi lebih jelas terlihat sebagaimana tercermin pada laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Berbagai perbaikan tersebut memberikan dampak positif bagi negara-negara yang menjadi mitra dagangnya, termasuk Indonesia (investorindonesia.com).
Hal senada juga dilaporkan oleh World Economic Forum yang mengungkapkan bahwa peringkat daya saing Indonesia untuk 2010-2011 naik 10 tingkat di angka 44 dari peringkat sebelumnya di level 54. Kenaikan itu terutama didorong kinerja makro ekonomi yang sangat baik. Salah satunya adalah kinerja ekspor tumbuh pesat.
Perkembangan ekonomi Indonesia yang terjadi pada tahun 2010-2011 yang terus meningkat menggambarkan bagaimana pertumbuhan ekonomi yang terjadi mampu mendorong perbaikan prospek Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) 2010-2011. Selain itu, perkembangan nilai tukar Rupiah juga diprediksi lebih apresiatif dibanding proyeksi semula. Hal ini sejalan dengan fundamental ekonomi domestik yang tetap solid, dan perbaikan sektor eksternal yang terus berlanjut serta resiko investasi di Indonesia yang semakin membaik.
Tidak hanya secara makro, namun juga menyentuh hingga ke level mikro atau dirasakan langsung oleh rakyat Indonesia. Pada kenyataannya, seringkali pertumbuhan ekonomi di level makro tidak atau hanya sedikit yang berdampak langsung kepada masyarakat Indonesia.
Kondisi di tahun 2010 yang juga banyak diprediksi bakal membawa ekonomi Indonesia menjadi lebih baik tidak tergambarkan secara nyata di masyarakat secara luas. Dalam catatan, rakyat Indonesia yang hidup dibawah garis kemiskinan masih banyak, bahkan cenderung bertambah seiring dengan inflasi yang cukup tinggi terhadap bahan bakar dan barang pokok masyarakat. Terhitung menurut data yang ada dari BPS, jumlah penduduk miskin Indonesia berjumlah 32.7 juta jiwa. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,5% - 6% pada tahun 2010 lalu juga tidak mampu membawa investasi yang cukup tinggi yang mampu membuka lapangan pekerjaan. Hingga Agustus 2010, pengangguran terbuka di Indonesia tercatat 8,32 juta orang atau sekitar 7,14 persen.
Kondisi ini belum ditambah dengan tingkat inflasi atas barang kebutuhan sehari-hari masyarakat. Beberapa barang pokok seperti beras, gula, minyak goreng, telor dan juga sayur-sayuran seperti cabe dan bawang merah mengalami kenaikan antara 7%-15 %. Meski, inflasi ini masih dianggap masih terkendali dan berada dalam kisaran sasarannya, yakni 4,8% dari kisaran awal 5,7%, namun faktanya rakyat Indonesia banyak yang mengeluhkan tingginya harga barang-barang pokok tersebut. Maka, wajar jika banyak pula yang menilai dan mengangap pemerintah tidak mampu memanfaatkan pertumbuhan ekonomi makro guna mengakomodasi pergerakan perkembangan ekonomi mikro yang lebih fluktuatif dan cenderung menyerahkannya pada mekanisme pasar.
Tentu hal semacam inilah yang sangat tidak diharapkan oleh rakyat Indonesia secara keseluruhan. Dengan banyaknya penduduk Indonesia yang belum sejahtera, dan ditambah dengan tingkat pengangguran yang cukup tinggi, maka semestinya pemerintah dituntut untuk lebih mengakomodasi kepentingan rakyat bawah, yakni dengan memberikan stimulus berupa membuka peluang yang lebih besar bagi investasi pada jaringan ekonomi mikro dan melakukan intervensi terhadap mekanise pasar atas penentuan harga barang dan jasa.
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tinggi, bahkan diprediksi mencapai 7% haruslah membawa dampak positif terhadap perkembangan dan pertumbuhan ekonomi rakyat. Lebih dari itu, pertumbuhan ekonomi yang tinggi ini harus pula mampu membawa Indonesia mencapai masyarakat yang sejahtera.
Kesejahteraan masyarakat bagaimanapun merupakan tolak ukur ideal untuk menggambarkan bagaimana pertumbuhan ekonomi negara inheren didalam pertumbuhan ekonomi masyarakat secara luas. Selain itu, pertumbuhan ekonomi yang ada harus pula memberikan gambaran terhadap pemerataan perekonomian.  Sebab, pemerataan ekonomi merupakan salah satu komponen terpenting yang harus terpenuhi sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945.
Dengan adanya proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia menunjukkan perkembangan yang lebih baik, maka diharapkan pemerintah mampu menujukkan kinerja yang lebih baik pula kepada masyarakat, terutama pada level bawah. Dan untuk menjaga stabilitas ekonomi yang menunjukkan perbaikan ini, Ketua Komite Ekonomi Nasional, Chairul Tandjung berharap pemerintah mampu memaksimalkan momentum pertumbuhan ekonomi ini. Antara lain dengan menciptakan koordinasi yang baik, pengambilan kebijakan yang cepat dan tepat, serta tetap mewaspadai gejolak keuangan global. Selain itu juga dengan melakukan akselerasi agar percepatan pertumbuhan ekonomi dapat dilakukan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar